Wisata Singkat di Pura Mangkunegaran Solo

Wisata Singkat di Pura Mangkunegaran Solo – Masih tentang Kota Solo dan keunikannya. Di tulisan sebelumnya, saya sekilas menuliskan tentang Pasar Triwindu yang terkenal dengan barang kuno dan antiknya. Nah setelah berputar di pasar barang antik itu, saya melanjutkan perjalanan saya ke Pura Mangkunegaran. Memang tempat ini adalah tujuan awal saya berjalan-jalan di Kota Solo siang itu.

Berjalan kaki dari Pasar Triwindu ke Pura Mangkunegaran membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Ini berjalan santai loh. Ya karena jarak kedua tempat ini sangat dekat.

Memasuki area parkir, siang itu tidak banyak kendaraan yang terparkir di area parkir yang cukup luas ini. Oh ya, sering kali area parkir ini digunakan untuk beberapa kegiatan dan pagelaran termasuk musik modern di Kota Solo. Sepertinya area parkir ini mampu menampung kurang lebih seribu orang penonton kelas festival.

Di sudut lain, saya melihat satu bangunan unik dengan gaya kolonial didominasi warna putih hijau. Menurut informasi yang saya dapatkan, saat ini gedung tersebut digunakan sebagai gudang Pura Mangkunegaran.

Untuk dapat masuk ke dalam Pura Mangkunegaran, semua pengunjung harus membeli tiket di meja depan. Harga tiket per orang adalah Rp. 20.000. Selain itu, setiap rombongan wajib didampingi oleh pemandu wisata. Tidak ada tamu yang bisa masuk secara mandiri dan melihat-lihat ke dalam istana ini. Jika Anda ingin memberikan tips kepada pemandu wisata, besarnya tidak ditentukan. Tergantung kerelaan dan kepuasan Anda.

Karena keluarga Pura Mangkunegaran masih tinggal di kompleks ini maka pengunjung diharapkan tidak mengganggu ketenangan. Selain itu, para pengunjung juga diminta untuk berpakaian sopan dalam kunjungan ke Pura Mangkunegaran ini. Salah satu tugas pemandu wisata adalah untuk mengarahkan tamu agar tidak melanggar aturan yang ditetapkan oleh pengelola dan pemilik Pura Mangkunegaran.

Salah satu keluarga Pura Mangkunegaran yang terkenal adalah Paundrakarna. Beliau adalah pangeran Pura Mangkunegaran. Menurut informasi pemandu wisata yang menemani saya, kendaraan beliau ada di area parkir. Jadi seharusnya beliau ada di rumah. Sayangnya siang itu sang Pangeran tidak sedang keluar dari kamarnya.

Ada satu hal yang mengusik saya saat memasuki area pendopo utama yang luasnya 3.500 meter persegi ini. Saya melihat beberapa tamu dan pemandu wisata yang berjongkok dan meletakkan perangkat telepon pintarnya di lantai. Pemandu wisata yang mendampingi saya menjelaskan bahwa itu adalah titik pengambilan gambar lukisan pada langit-langit Pendopo Ageng. Dari titik tersebut, kita bisa mendapatkan lukisan Hastabrata dengan utuh. Seluruh rangka di Pendopo Ageng ini dibangun tanpa menggunakan paku loh. Luar biasa bukan?

Lukisan Hastabrata adalah lukisan dalam satu kotak yang memiliki 8 (delapan) simbol warna dengan filosofi kepemimpinan raja Jawa. Kedelapan warna tersebut adalah kuning yang berarti mencegah rasa kantuk, biru untuk mencegah datangnya musibah, ungu dimaksudkan untuk mencegah perasaan jahat, hitam bermakna mencegah lapar, warna putih memiliki makna mencegak pikiran birahi seks, hijau untuk mencegah rasa frustasi, jingga bermakna mencegah rasa takut dan merah untuk mencegah kejahatan.

Kedelapan warna ini dikelilingi motif batik Mudowati dan simbol alam berupa zodiak astrologi serta ikon peralatan perang dalam cerita pewayangan Jawa. Sungguh setiap hal dalam budaya Jawa selalu diikuti dengan pemaknaan yang dalam dan ada cerita serta maksud luhur dibaliknya.

Bagian selanjutnya yang saya masuki di kompleks kediaman resmi Adipati Mangkunegara ini adalah museum. Oh ya, semua pengunjung harus melepaskan alas kaki sejak menginjakkan kaki di Pendopo Ageng. Pengelola menyediakan kantong plastik untuk membungkus alas kaki semua pengunjung. Selain menjaga kebersihan marmer yang dulunya diimpor dari Eropa, melepas alas kaki di dalam istana adalah kebudayaan Jawa yang masih dijunjung tinggi.

Museum ini mengambil ruangan di Dalem Agung dengan luas sekitar 1.000 meter persegi. Oh ya, sebelum masuk ke ruangan utama ini, kita akan melewati Pringgitan yaitu teras dari Dalem Agung. Jika telah masuk ke Dalem Agung maka aturannya adalah tidak boleh mengambil gambar baik dengan pesawat telepon ataupun kamera. Jangan mencoba untuk mencuri kesempatan. Karena percaya atau tidak, akan ada hal kurang baik yang akan terjadi. Entah fotonya tidak jadi atau perangkat Anda bermasalah bahkan rusak.

Dalem Agung ini adalah titik puncak wisata singkat di Pura Mangkunegaran Solo. Di dalamnya kita akan melihat banyak koleksi Museum seperti petanan yang dilapisi tenun sutra. Petanan ini dipercaya sebagai tempat persemayaman Dewi Sri. Selain itu, pengunjung dapat melihat aneka koleksi senjata, uang logam, medali, pakaian dan benda seni lainnya. Sebenarnya, Dalem Agung ini adalah ruang tidur pengantin kerajaan yang saat ini telah dialihfungsikan.

Dari sini kita akan dibawa ke bagian belakang Dalem Agung yang saat ini menjadi kediaman keluarga Mangkunegaran. Suasananya tenang dengan suara burung dan air mancur. Ada juga tempat makan disini tetapi bukan untuk pengunjung.

Selesai sudah mengitari kompleks Pura Mangkunegaran yang luas ini, saya melewati satu bangsal dimana banyak orang asing belajar bermain musik. Disini para pemusik istana menjadi guru bagi orang asing yang serius belajar bermain gamelan. Biasanya mereka akan tinggal di Kota Solo selama beberapa bulan atau bahkan satu tahun hanya fokus untuk belajar gamelan. Diantaranya berasal dari Jepang dan Eropa, ini yang terutama. Sangat disayangkan, anak muda Indonesia jarang yang tertarik belajar gamelan ini. Miris tetapi semoga akan segera ada perubahan di generasi muda kita untuk cinta dan belajar budaya sendiri.

PURA MANGKUNEGARAN SOLO, Jalan Ronggowarsito 83 Solo

Buka setiap hari mulai jam 0800 – 1400

Leave a Reply